Rabu, 20 Juli 2011

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA TRAUMA TUMPUL ABDOMEN

A. PENGERTIAN
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan/benturan langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pankreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen.

B. ETIOLOGI / FAKTOR PENYEBAB
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.

C. PATOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cedera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme:
 Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
 Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
 Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.

D. TANDA dan GEJALA
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.
3. Cairan atau udara di bawah diafragma.
Yang disebabkan oleh nyeri di bahu adalah :
1. Kehr’s sign
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.
2. Mual dan muntah
3. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragic.


E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
6. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
DPL dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut
• Nyeri Abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
• Trauma pada bagian bawah dari dada
• Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
• Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,alkohol, cedera otak)
• Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
• Patah tulang pelvis.
Kontra indikasi relatif melakukan DPL sebagai berikut
• Hamil
• Pernah operasi abdominal
• Operator tidak berpengalaman
• Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan
• Ultrasonografi dan CT Scan
• Berguna untuk pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

F. PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Abdominal paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
2. Pemeriksaan laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.
3. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Abdominal paracentesis untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi
2. Pemeriksaan laparoskopi untuk mengetahui secara langsung peneyebab akut abdomen
3. Pemasangan NGT untuk memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
4. Pemberian antibiotik mencegah infeksi
5. Laparotomi
6. Sebelum operasi pemasangan NGT, pemasangan dura kateter, pemberian antibiotik, pemasangan.

H. PENANGANAN GAWAT DARURAT
1. Airway: jaga jalan nafas
2. Breathing: beri O2, bantu nafas
3. Circulation: posisi shock, infus, siap darah
4. Disability: waspada cedera kepala
5. Exposure: pastikan, apa ada cedera lain?

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip – prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas A (Airway), B (Breathing), C (Circulation). Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap sebagai dari multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku pada abdomennya saja.
1.1 Anamnesa
1.1.1 Biodata
Biasanya bisa menimpa siapa saja baik laki-laki maupun perempuan.
1.1.2 Keluhan Utama
Biasanya mengeluh nyeri hebat.
1.1.3 Riwayat penyakit sekarang (Trauma)
a. Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau peluru.
b. Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya saat jatuh.
c. Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya.
d. Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada Kuadran mana yang dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.
1.1.4 Riwayat Penyakit yang lalu
a. Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan jiwa.
b. Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetesmellitus dan gangguan faal hemostasis.
1.1.5 Riwayat psikososial spiritual
a. Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami.
b. Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental.
c. Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-suicide).

1.2 Pemeriksaan Fisik
1.2.1 Sistem Pernapasan (B1 = Breathing)
a. Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada dada serta jalan napasnya.
b. Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan tertinggal.
c. Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
d. Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
1.2.2 Sistem Kardiovaskuler (B2 = blood)
a. Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah abdominal dan adakah anemis.
b. Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung paradoks.
1.2.3 Sistem Neurologis (B3 = Brain)
a. Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala.
b. Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak
c. Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1.2.4 Sistem Gatrointestinal (B4 = bowel)
a. Pada inspeksi :
• Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar.
• Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam cavum abdomen.
• Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.
• Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa, kemungkinan adanya abdomen iritasi.
b. Pada palpasi :
• Adakah spasme / defance mascular dan abdomen.
• Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa.
• Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
c. Pada perkusi :
• Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana.
• Kemungkinan–kemungkinan adanya cairan/udara bebas dalam cavum abdomen.
d. Pada Auskultasi :
• Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau menghilang.
e. Pada rectal toucher :
• Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung tangan.
• Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum.
1.2.5 Sistem Urologi (B5 = bladder)
a. Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah distensi pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan warnanya.
b. Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya distensi.
c. Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
1.2.6 Sistem Tulang dan Otot (B6 = Bone)
a. Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah pelvis.
b. Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis.

1.3 Pemeriksaan Penunjang :
1.3.1 Radiologi :
 Foto BOF (Buick Oversic Foto)
 Bila perlu thoraks foto.
 USG (Ultrasonografi)
1.3.2 Laboratorium :
a. Darah lengkap dan sample darah (untuk transfusi)
Disini terpenting Hb serial ½ jam sekali sebanyak 3 kali.
b. Urine lengkap (terutama ery dalam urine)
1.3.3 Elektro Kardiogram
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien usia lebih 40 tahun.

J. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah arteri/vena suatu jaringan (organ abdomen).
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hypovolemia, penurunan suplai darah ke seluruh tubuh.
c. Nyeri berhubungan dengan rusaknya jaringan lunak/organ abdomen.
d. Cemas sehubungan dengan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan.
e. Kurangnya pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilakukan berhubungan dengan kurangnya informasi.

K. Perencanaan
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan terputusnya pembuluh darah arteri/vena suatu jaringan (organ abdomen).
Tujuan :
 Keseimbangan cairan tubuh teratasi.
 Sirkulasi dinamik (perdarahan) dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
 Cairan yang keluar seimbang , tidak didapat gejala – gejala dehidrasi.
 Perdarahan yang keluar dapat berhenti, tidak didapat anemis, Hb diatas 80 gr %
 Tanda vital dalam batas normal.
 Perkusi : Tidak didapatkan distensi abdomen.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tentang cairan perdarahan yang keluar adakah gambaran klinik hipovolemik.
2) Jelaskan tentang sebab – akibat dari kekurangan cairan/perdarahan serta tindakan yang akan kita lakukan.
3) Observasi gejala – gejala vital, suhu, nadi, tensi, respirasi dan kesadaran pasien setiap 15 menit atau 30 menit.
4) Batasi pergerakan yang tidak berguna dan menambah perdarahan yang keluar.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pelaksanaan :
 Pemberian cairan infus (RL) sesuai dengan kondisi.
 Menghentikan perdarahan bila didapat trauma tajam dengan jalan didrug (ditekan) atau diklem / ligasi.
 Pemasangan magslang dan katheter + uro – bag.
 Pemberian transfusi bila Hb kurang dari 8 gr %.
 Pemasangan lingkar abdomen.
 Pemeriksaan EKG.
6) Kolaborasi dengan tim radiology dalam pemeriksaan (BOF) dan foto thoraks.
7) Kolaborasi dengan tim analis dalam pemeriksaan (DL : darah lengkap) (Hb serial) dan urine lengkap.
8) Monitoring setiap tindakan perawatan / medis yang dilakukan serta catat dilembar observasi.
9) Monitoring cairan yang masuk dan keluar serta perdarahan yang keluar dan catat dilembar observasi.
10) Motivasi kepada klien dan keluarga tentang tindakan perawatan / medis selanjutnya.

b. Perubahan perfusi jaringan sehubungan dengan hypovolemia, penurunan suplai darah ke seluruh tubuh.
Tujuan :
Tidak terjadi / mempertahankan perfusi jaringan dalam kondisi normal.
Kriteria hasil :
 Status haemodinamik dalam kondisi normal dan stabil.
 Suhu dan warna kulit bagian akral hangat dan kemerahan.
 Capillary reffil kurang dari 3 detik.
 Produksi urine lebih dari 30 ml/jam.
Rencana Tindakan
1) Kaji dan monitoring kondisi pasien termasuk Airway, Breathing dan Circulation serta kontrol adanya perdarahan.
2) Lakukan pemeriksaan Glasgow Coma scale (GCS) dan pupil.
3) Observasi tanda – tanda vital setiap 15 menit.
4) Lakukan pemeriksaan Capillary reffil, warna kulit dan kehangatan bagian akral.
5) Kolaborasi dalam pemberian cairan infus.
6) Monitoring input dan out put terutama produksi urine.

c. Nyeri sehubungan dengan rusaknya jaringan lunak/organ abdomen.
Tujuan:
Rasa nyeri yang dialami klien berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
• Klien mengatakan nyerinya berkurang atau hilang.
• Klien nampak tidak menyeringai kesakitan.
• Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tentang kualitas, intensitas dan penyebaran nyeri.
2) Beri penjelasan tentang sebab dan akibat nyeri, serta jelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan.
3) Berikan posisi pasien yang nyaman dan hindari pergerakan yang dapat menimbulkan rangsangan nyeri.
4) Berikan tekhnik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri dengan jalan tarik napas panjang dan dikeluarkan secara perlahan – lahan.
5) Observasi tanda – tanda vital, suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah.
6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgesik bilamana dibutuhkan, (lihat penyebab utama).

d. Cemas sehubungan dengan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan.
Tujuan :
Kecemasan dapat diatasi.
Kriteria hasil :
• Klien mengatakan tidak cemas.
• Ekspresi wajah klien tampak tenang dan tidak gelisah.
• Klien dapat menggunakan koping mekanisme yang efektif secara fisik – psiko untuk mengurangi kecemasan.
Rencana Tindakan :
1) Identifikasi tingkat kecemasan dan persepsi klien seperti takut dan cemas serta rasa kekhawatirannya.
2) Kaji tingkat pengetahuan klien terhadap musibah yang dihadapi dan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan.
3) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
4) Berikan perhatian dan menjawab semua pertanyaan klien untuk membantu mengungkapkan perasaannya.
5) Observasi tanda – tanda kecemasan baik verbal dan non verbal.
6) Berikan penjelasan setiap tindakan persiapan pembedahan sesuai dengan prosedur.
7) Berikan dorongan moral dan sentuhan therapeutic.
8) Berikan penjelasan dengan menggunakan bahasa yang sederhana tentang pengobatan pembedahan dan tujuan tindakan tersebut kepada klien beserta keluarga.


DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, M.E., Moorhouse M.F.,Geissler A.C. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
2. IKABI, ATLS, American College of Surgeon, edisi ke – 6, tahun 1997.
3. Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A. 2006. Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, 2nd edition. Philadelphia: W.B. Saunders Company,.
4. Syamsu Hidayat,R Dan Wim De Jong. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC

0 comments:

Posting Komentar